Assad Diprediksi Menang Lagi, Bukti Nyata Demokrasi itu Dzalim -->

Kategori Berita

Rabu, 21 Mei 2025

Iklan Semua Halaman

Assad Diprediksi Menang Lagi, Bukti Nyata Demokrasi itu Dzalim

Tuesday, June 3, 2014
Pemerintah Suriah di bawah rezim Presiden Bashar al-Assad, pada Selasa pagi waktu setempat tetap menggelar pesta demokrasi untuk memilih pemimpin baru. Pemilu ini digelar di tengah-tengah ancaman tentara pemberontak dan cercaan dari dunia internasional.

Dilansir dari kantor berita BBC, Selasa 3 Juni 2014, data dari Kementerian Dalam Negeri Suriah mencatat, ada 15,8 juta pemilih di dalam dan luar negeri yang berhak menggunakan hak pilih. Sekitar 9.600 TPS telah dibangun di seluruh area yang masih dalam kekuasaan rezim Assad. 


Artinya, pemilu tidak akan digelar di bagian utara dan timur Suriah, karena area itu dikuasai oleh tentara pemberontak. TPS mulai dibuka pada pukul 07.00 waktu setempat dan ditutup 12 jam kemudian.

Menurut informasi dari pejabat berwenang, jam buka TPS bisa diperpanjang hingga lima jam ke depan, apabila ada pemilih dalam jumlah tinggi.

Kendati dicemooh oleh dunia internasional, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya, ada satu perbedaan dalam pemilu kali ini, yaitu Assad tidak bertarung seorang diri. Terdapat dua kandidat capres lainnya yakni, seorang pengusaha sekaligus mantan menteri bernama Hassan al-Nouri serta seorang anggota parlemen, Maher Hajjar.

Menjawab kritikan
Kantor berita CNN melansir banyak kritik yang menyebut, mereka hanya sekedar umpan dan pelengkap untuk memberikan kesan bahwa pemilu tahun ini berjalan lebih demokratis. Namun, Pemerintah Suriah menepis kritik itu.

Hajjar menyatakan tidak ingin terlalu banyak diekspos media, sementara al-Nouri mengaku dia serius untuk menantang al-Assad. Bahkan, dia menegaskan akan menyerang kelemahan al-Assad.

Dia mengklaim akan lebih agresif dan efektif di bidang ekonomi, pemerintahan, dan isu sosial. Saat ditanya mengenai perang sipil yang telah berlangsung selama tiga tahun, al-Nouri tidak mengambil perbedaan sikap dengan al-Assad.

Kendati terdapat dua kandidat lainnya, hasil pemilu kali ini sudah dapat diprediksi. Al-Assad dipastikan akan kembali meraih kemenangan. Dia akan menduduki kembali kursi presiden untuk periode ketiga.

Menurut media pemerintah, ketika dia berkuasa 14 tahun lalu, al-Assad berhasil memperoleh 99 persen suara rakyat Suriah. Lalu, tujuh tahun kemudian, dia kembali menang dengan suara yang juga tinggi.

Ayah al-Assad, yang dikenal memerintah Suriah dengan tangan besi, menjadi presiden selama 29 tahun. Posisinya digantikan saat dia wafat tahun 2000 silam.
Menurut pengajar hubungan internasional di London School of Economics, Fawaz Gerges, pemilu tahun ini dapat dianggap sebagai penobatan Assad. "Ini merupakan perayaan kemampuannya selamat dari badai tindak kekerasan dan pada dasarnya dia mendukung hal itu," ungkap Gerges.

Di saat bersamaan, pemilu digelar saat Suriah telah kehilangan 150 ribu warganya yang tewas dalam perang sipil. Lalu, memaksa 6,5 juta warga kehilangan tempat tinggal. Bahkan, tiga juta di antaranya terpaksa mengungsi ke negeri tetangga.
Pemilu Dalam Demokrasi Hanya Membawa Kerugian 
Pelaksanaan pemilu ini semakin membuktikan bahwa Demokrasi hanya memelihara kezaliman. Assad tak lain menggunakan cara ini untuk memberikan kepercayaan kepada barat bahwa dia pantas untuk melanjutkan apa yang diharapkan Barat. 
Demokrasi sekali lagi telah memberikan peluang semakin banyak masyarakat yang terbunuh. Tentu solusi atas permasalahan ini bukan siapa yang menggantikan Assad, tetapi sistem yang ada harus diubah sesuai dengan aturan islam yaitu tegaknya Syariah dan Khilafah.
(VIVA/Berbagai sumber/liputan6islam)