Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah mengkaji pembubaran secara hukum sejumlah organisasi kemasyarakatan yang tidak sesuai dengan Pancasila, mengancam ketertiban dan keutuhan negara, serta mengganggu toleransi. "Saya tidak bicara satu-dua organisasi, tapi bisa empat, lima, atau enam," kata dia dalam wawancara khusus dengan Tempo di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.
Presiden ditanya tentang rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia, yang disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada 8 Mei lalu. Pemerintah menilai kegiatan organisasi itu mengancam ketertiban dan keutuhan negara. Sebab, kelompok itu telah menyiapkan undang-undang dan pengganti dasar negara serta bercita-cita mendirikan khilafah di Indonesia. Jokowi menyatakan, "Saya tak ada ruang bagi hal fundamental seperti ini. Saya akan gebuk dengan koridor hukum."
Jokowi tak menyebutkan nama organisasi kemasyarakatan selain HTI yang juga masuk daftar rencana pembubaran. Menurut dia, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sedang mengkaji nama-nama organisasi kemasyarakatan tersebut. Ia menegaskan, mayoritas 250 juta penduduk Indonesia tidak boleh dirugikan oleh kelompok yang anggotanya hanya ribuan orang. "Jangan ada yang berani dan mencoba mengutak-atik Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI."
Dimintai keterangan secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan kantornya sedang mengkaji organisasi yang akan dibubarkan. "Kalau sudah ada kesimpulan, nanti saya sampaikan," katanya.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Riawan Tjandra, mengatakan pemerintah punya kewenangan mengatur organisasi masyarakat. Namun ia mengingatkan pemerintah agar tidak bertindak otoriter. Menurut dia, pemerintah perlu mengikuti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam beleid itu, pemerintah harus melalui pengadilan untuk membubarkan ormas.
Peneliti dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Khairul Fahmi, mengatakan Jokowi harus berhati-hati dalam membubarkan organisasi. "Kalau langsung dibubarkan, itu sewenang-wenang, otoriter," ucapnya. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan teguran hingga peringatan sebelum membubarkan organisasi.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR, Achmad Baidowi, mengatakan pembubaran organisasi wajib didasari fakta adanya penentangan terhadap Pancasila maupun ancaman terhadap keamanan dan ketertiban. Jika hal itu ada, DPR tak berkeberatan. Hussein Abri Dongoran | Ahmad Faiz | Raymundus Rikang
Jokowi: Kajiannya Sudah Lama
Intoleransi menjadi masalah utama di masyarakat akhir-akhir ini. Presiden Joko Widodo pun menggunakan diksi yang cukup keras untuk kelompok yang anti-Pancasila: gebuk. Inilah pernyataannya dalam wawancara khusus dengan Tempo di Istana Merdeka, kemarin.
Anda melihat masalah intoleransi sebagai hal genting sehingga menggunakan istilah "gebuk"?
Itu sebuah peringatan bahwa eksistensi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia hal fundamental. Jangan ada yang berani dan mencoba mengutak-atik lagi.
Alasan itu yang mendasari rencana membubarkan HTI?
Kajian pembubaran sudah lama di Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Kami enggak bicara organisasi tertentu. Seluruh organisasi, kelompok, dan individu.
Menggebuk ormas "radikal" solusi terbaik?
Saya akan gebuk dengan aturan hukum yang ada. Saya tidak bicara satu-dua organisasi, bisa empat, lima, atau enam. Tidak ada ruang bagi hal yang sangat fundamental. (tempo.co)